Jingga di Ujung Hari
Jingga terus mengusap air matanya, jelas saja laki – laki yang
ia cintai sudah tidak seperti dulu lagi.
Seharusnya ia segera mengambil sebuah
keputusan, namun ia hatinya takut. Apakah nantinya
keputusan itu akan membuat
hatinya melebur kesakitan atau akan membuat dadanya bernafas lega.
“Sudahlah jingga, untuk apa lagi? Kau pun akan tau akhirnya
kau akan tersakiti.” Hati kecilnya pun bergumam.
Sayang? Tentu. Namun, penghargaan untuk kasih sayang jingga tidak pernah ada lagi untuk saat ini.
Namun lain
hal dengan hatinya, yang terus ingin bertahan. Sangat bertolak belakang.
sungguh sebuah klise.
Cerita yang diperbuat otak dan hati manusia memang taakan
pernah konkret. Dan, jarang sekali menemukan jalan keluar dengan cepat.
Biarkan Jingga memilih.
Akan terus bertahan dengan kebodohannya atau memilih cerdas lalu
pergi mengambil resiko.
Yang bertanda tangan dibawah ini
Jakarta,
17 Jan. 18
Nurani diri Jingga, dengan segala keluh
kesahnya.
Seharusnya ia segera mengambil sebuah keputusan, namun ia hatinya takut. Apakah nantinya
keputusan itu akan membuat hatinya melebur kesakitan atau akan membuat dadanya bernafas lega.
Akan terus bertahan dengan kebodohannya atau memilih cerdas lalu pergi mengambil resiko.
Komentar
Posting Komentar